Rabu, 26 November 2014

Sejarah Sistem Lahan

Mungkin banyak yang tau atau barangkali sering dengar tentang istilah “Sistem Lahan” atau para ahli sering mengenalnya dengan istilah “Land System”, tetapi apakah kita semua tau apa sebenarnya “Sistem Lahan” itu?. Kali ini saya akan membahas tentang kulit luarnya system lahan, kebetulan saya pada saat kuliah dulu tidak terlalu tertarik tentang “Sistem Lahan” akantetapi tahun 2014 kemarin saya termasuk ke dalam tim yang melakukan pembaharuan peta sistem lahan kita.

Istilah Sistem Lahan pertama kali diusulkan oleh Christian dan Stewart (1953),
yang selanjutnya diterapkan oleh Cooke dan Domcamp tahun 1973 untuk pemetaan sistem lahan di Afrika. Pemetaan Sistem Lahan dimaksudkan agar permukaan bumi afrika dapat difahami dan dimanfaatkan sesuai kondisi fisik wilayahnya.

Menurut Christian dan Stewart (1953), “Sistem Lahan adalah suatu kesatuan dari satuan-satuan bentuklahan yang proses pembentukannya saling terkait sehingga membentuk pola pengulangan yang relatif seragam dalam hal relief/topografi, tanah, vegetasi dan iklim (Christian dan Stewart, 1968), 
“Each land system is recognised as being an assemblage of land units” (Hooper, 1970). Land systems are typically mapped at 1:250,000 or 1:1,000,000.

Dikembangkan lebih lanjut oleh CSIRO di Australia untuk memberikan penilaian dan upaya adasar penetapan peruntukan lahan yang lebih sistematik serta memudahkan dalam evaluasi lahan.




Pengembangan Land System di Australia melalui "The Soil and Landscape of Australia"


Penerapan di Indonesia dikenal sebagai program RePPProT (Regional Physical Planning Program for Transmigration yang dilakukan pada tahun 1984 – 1990, Pada tahun 1980-an, dalam rangka menunjang pengembangan transmigrasi, Direktorat Bina Program, Dirjen Penyiapan Pemukiman Departemen Transmigrasi, bekerjasama dengan Land Resources Departement ODNRI-ODA, mulai melakukan kegiatan pemetaan sumberdaya lahan untuk seluruh Indonesia pada skala l : 250.000. Kegiatan pemetaan yang kemudian dikenal sebagai proyek RePPProT (Regional Physical Planning Programme for Transmigration) ini, menerapkan konsep Sistem Lahan yang bersumber pada konsep Sistim Lahan CSIRO (Christian dan Stewart, 1968).

Salah satu buku pedoman peta Sistem Lahan dari program RePPProT


Ketersediaan peta "Land System" dari program RePPProT yang saya miliki

Penamaan sistem lahan di Indonesia mengikuti teknik sistem penamaan pemetaan geologi di Indonesia (berdasar formasi batuan pertama yang ditemukan).  Penetapan nama suatu sistem lahan didasarkan pada lokasi pertama dijumpai oleh tim penyusun. Selain itu dalam program RePPProT juga selain menghasilkan peta "Land System" juga menghasilkan peta "Land Use" dan peta "RDA (Recommended Development Areas"


Salah satu contoh peta "Recommended Development Areas" dari project RePPProT

Untuk saat ini pembaharuan sistem lahan dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial di bawah Pusat Pemetaan Integrasi Tematik. Pembaharuan dilakukan setiap tahun dan rencananya akan di terbitkan Spek Teknis untuk pembaharuan Sistem Lahan, di tunggu aja COMING SOON........

Bocoran covernya, masih dalam project




Metode Interpretasi Nilai Tahanan Jenis Batuan

Hambatan jenis material (apparent resistivity atau ρa) dihitung dengan menggunakan nilai voltmeter dan ampermeter yang diperoleh sebelumnya. Nilai hambat jenis tiap material akan memiliki nilai hambatan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut tergantung pada jenis dan kondisinya, apakah kering, basah, retak-retak, padat, cair, dan lain-lain. Nilai apparent resistivity (ρa) dihitung dengan formula :



Keterangan rumus:
ρa        : hambatan jenis material (ohm-meter)
k          : konstanta yang dipakai
R         : resistivity
V         : beda potensial (mV)
I           : kuat arus (mA)

Besarnya nila k (konstanta) berbeda tiap segmen kedalamannya, semakin kedalam semakin besar nilai K. Nilai resistivitas yang diperoleh pada saat pengukuran dilapangan dimasukkan ke dalam software X2IPI yang akan menghasilkan data nilai resisitivitas tanah semu atau bukan nilai yang sebenarnya. Untuk memperoleh nilai yang sebenarnya perlu dilakukan inversi dari nilai resistivitas semu menggunakan software Res2DInv. Hasil yang dihasilkan oleh software Res2Dinv merupakan data stratigrafi yang berupa data nilai resistivitas dan mempunyai nilai error. Nilai error pada data ini bisa disebabkan oleh nilai ekstrim suatu data yang diakibatkan oleh kesalahan pembacaan atau juga dapat disebabkan oleh kondisi alam.
   Data yang dihasilkan harus diinterpretasi dengan cara melihat tabel nilai tahanan jenis tiap batuan dari M.H. Loke (1999), kemampuan penginterpretasi sangat berpengaruh terhadap hasilnya. Nilai tahanan jenis suatu lapisan batuan atau material berbeda-beda, faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan nilai tahanan jenis adalah: jenis bahan penyusun, kemampuan bahan, porositas, ukuran dan bentuk pori-pori bahan, kandungan dan mutu air serta suhu setiap bahan penyusun formasi batuan (Langgeng,dkk 2006).

Interpretasi dilakukan untuk mengetahui jenis dan susunan material berdasarkan nilai resistivitas dan pola distribusinya. Interpretasi dilakukan berdasarkan  tabel resistivitas material menurut Loke (2000), Milsom (2003), atau Lowrie (2007).

Tabel nilai tahanan jenis batuan (M.H. Loke)

Tabel nilai tahanan jenis batuan (Lowrie & Milsom)

Data yang diperoleh dari pengukuran lapangan merupakan data yang menggambarkan nilai resistivitas semu sehingga tidak merepresentasikan kondisi sebenarnya. Data yang ada dilapangan harus diolah terlebih dahulu untuk memperoleh nilai resistivitas sebenarnya. Pengolahan pertama menggunakan software X2IPI untuk mengolah data lapangan untuk menggambarkan stratigrafi semu. Software ini mengolah nilai apparent resistivity dari data lapangan. Nilai k (konstanta) diperoleh dari software ini, nilai k semakin kebawah semakin besar.
Pengolahan data selanjutnya adalah memasukkan data ke software Res2Dinv untuk memperoleh nilai resistivitas sebenarnya. Data yang berasal dari software X2IPI di convert ie2dp agar bisa diolah oleh software Res2Dinv. Data nilai resistivitas semu di inversi menggunakan software ini sehingga diperoleh nilai resistivitas sebenarnya. Dalam software ini kita dapat mengetahui tingkat error data. Error data dapat disebabkan oleh nilai ekstrim suatu data yang diakibatkan oleh kesalahan pembacaan atau juga dapat disebabkan oleh kondisi alam.
Data nilai resistivitas sebenarnya yang dihasilkan harus diolah menggunakan software RockWords untuk memperoleh gambaran secara 3D. Pengolahan data menggunakan software ini dilakukan dengan cara mengubah data stratigrafi menjadi data bor, semakin banyak data bor yang dibuat maka tingkat keakuratannya akan semakin baik. Data bor yang dibuat juga harus mempunyai koordinat yang nantinya akan dimasukkan dalam software ini sehingga dapat menghasilkan gambaran secara 3D

Contoh hasil interpretasi hasil nilai tahanan jenis batuan menggunakan software Res2DInv

Contoh pengolahan data resistivitas menggunakan software RockWorks14